Tuesday, March 14, 2017

Makalah Rasionalisme



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Pada abad ke-13 di Eropa sudah timbul sistem filsafat yang boleh disebut merupakan keseluruhan. Sistem ini diajarkan disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Dalam abab ke-14 timbulah aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat modern. Yang menjadi dasar aliran baru ini ialah kesadaran atas yang individual yang kongkrit. 
Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran, salah satunya ialah Pemikiran Rasionalisme.
Rasionalime kelompok aliran berpikir di dalam bagian filsafat ilmu. Aliran ini dianggap melahirkan ilmu pengetahuan bagi manusia (Sumarna, 2004). Sumber pengetahuan tersebut adalah bagian filsafat yang spesifik merupakan cabang epistemologi atau teori pengetahuan. Cabang filsafat epistemologi menelaah mengenai cara, proses serta metodologi pengetahuan atau suatu ilmu dibangun. Pengetahuan yang diperoleh tersebut diterima oleh akal dan panca indra manusia dengan berbagai metode. Beragamnya metode akibat beragamnya cara pikir maupun olah pikir kemudian mampu menciptakan berbagai metode pikir baru.
Berdasarkan hal tersebut, melalui makalah ini penulis mencoba mengulas serta menjelaskan mengenai Pemikiran Menurut rasionalisme.
B.            Rumusan Masalah
1.    Apa arti rasionalisme ?
2.    Siapa tokoh-tokoh rasionalisme ?
3.    Bagaimana corak berfikir tokoh-tokoh filsafat ?
C.           Tujuan
1.    Untuk mengetahui apa arti rasionalisme ?
2.    Untuk mengetahui Siapa saja tokoh-tokoh rasionalisme ?
3.    Agar memahami bagaimana corak berfikir tokoh-tokoh filsafat ?












BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Pengetahuan dan Rasionalisme
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakanyang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekadar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki.
Sedangkan Rasionalisme Secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.
Sementar itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahaun yang diperoleh melalui akal yang memenuhi semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan mengetes pengetahuan. “Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal”.[1]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan rasionalisme adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
B.            Sejarah Pemikiran Rasionalisme
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, pada zaman Thales (624-546 SM) telah menerapkan rasionalisme pada filsafatnya. Pada filsafat modern, tokoh pertama rasionalisme adalah Descarts, (1596-1650), kemudian dilanjutkan oleh beberapa tokoh lain, yaitu Baruch De Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716) dan Blaise Pascal (1632-1662). Setelah periode ini, rasionalisme dikembangkan secara sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
Rasionalisme lahir adalah sebagai reaksi terhadap dominasi Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Barat. Munculnya rasionalisme ini menandai perubahan dalam sejarah filsafat, karena aliran yang dibawa Descartes ini adalah cikal bakal Zaman Modern dalam sejarah perkembangan filsafat. Kata “modern” disini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan dengan corak filsafat pada Abad Pertengahan Kristen. Corak berbeda yang dimaksud disini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Gagasan itu disertai argumen yang kuat oleh Descartes. Oleh karena itu, pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak renaissance, yaitu kebangkitan rasionalisme seperti pada masa Yunani terulang kembali. Pengaruh keimanan Kristen yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan tokoh Gereja. Descartes telah lama merasa tidak puas dengan perkembangan filsafat yang sangat lamban dan memakan banyak korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.[2]
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (rasio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia.[3]
C.           Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme
Kelebihan Rasionalisme adalah dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang tertarik untuk menggeluti masalah–masalah filosofi. Rasionalisme berpikir menjelaskan dan menekankan kala budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh semua manusia, mampu menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.[4]
Sedangkan kelemahan rasionalisme adalah memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai permusuhan baru dengan sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem filosofis yang subjektif tersebut, doktrin-doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan subjek daripada objek, sehingga rasionalisme hanya berpikir yang keluar dari akal budinya saja yang benar, tanpa memerhatikan objek – objek rasional secara peka.[5]
D.           Tokoh-Tokoh yang Menganut Paham Rasionalisme.
1.    Plato (427-347 Sebelum Masehi)
Cara pikir rasionalisme telah muncul di dalam pemikiran-pemikiran plato. Menurut Plato, satu-satunya pengetahuan sejati adalah apa yang disebut sebagai efisteme, yaitu pengetahuan tunggal dan tak berubah, sesuai dengan ide-ide abadi. Hal-hal yang diketahui melalui panca indra merupakan tiruan yang tidak utuh.  Hanya ide-ide saja yang bersifat nyata dan sempurna yang ditangkap oleh daya pikir manusia. Maka pengetahuan bagi plato adalah hasil ingatan yang melekat pada manusia. Pengetahuan adalah kumpulan ingatan terpendam dalam benak manusia. Dengan demikian, Plato berpendapat untuk mengetahui sesuatu dan menyelidiki sesuatu hingga mencapai pengetahuan yakni bertumpu pada akal budi yang bersumber ide-ide abadi.[6]
2.    Rene Descartes (1596-1650)
Descartes menganggap keraguan terhadap segala sesuatu diperlukan guna memperoleh suatu keyakinan dan pengetahuan. Bagi Descartes, inilah metode filsafat yang paling tepat. Descartes beranggapan bahwa hanya akal budi yang dapat membuktikan terhadap dasar bagi pengetahuan, kepastian dan keyakinan yang bersumber pada ide yang jelas dan tepat. Sebenarnya, metode Descartes sangat sederhana yakni meragukan segala sesuatu terhadap perolehan panca indra hingga keraguan tersebut berakhir. Semua yang diragukan disingkirkan dan terus menerus hingga mampu mengetahui sesuatu secara pasti tanpa bisa diragukan berdasar pada pemikiran, pendapat maupun pengalaman yang ada.[7]
3.    Baruch Spinoza (1630-1677)
Spinoza dianggap sebagai orang yang tepat dalam memberikan gambaran tentang apa yang dipikirkan oleh penganut rasionalisme. sistem filsafat yang disusun menyerupai sistem ilmu ukur (geometri). Spinoza mengatakan bahwa dalil-dalil ilmu ukur merupakan kebenaran-kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Spinoza meyakini bahwa jika seseorang memahami makna yang dikandung oleh kata-kata yang dipergunakan dalam ilmu ukur, maka akan memahami makna yang terkandung dalam pernyataan. Seperti pada salah satu pernyataan “sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat di antara dua buah titik”, maka kita harus mengakui kebenaran pernyataan tersebut. Kebenaran yang menjadi aksioma. Contoh ilmu ukur (geometri) yang dikemukakan oleh Spinoza di atas adalah salah satu contoh favorit kaum rasionalis.[8]
4.    Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)
Leibniz mengungkapkan bahwa pengetahuan alam semesta telah ada dalam diri manusia sebagai bawahan. Pengalaman indrawi merupakan hasil eksploitasi akal (pikiran) yang kemudian melahirkan pengetahuan di luar dirinya. Leibniz menegaskan bahwa pengalaman sendiri bukanlah sumber pengetahuan melainkan pengetahuan tingkat pertama. Sumber pengetahuan adalah akal atau pikiran. Filsuf Jerman ini beranggapan bahwa kebenaran terbagi atas dua bagian, yakni kebenaran yang nyata berdasarkan pengalaman dan kebenaran yang berdasarkan akal manusia. Ajarannya terkenal dengan istilah monade-monade yang merupakan pusat-pusat gaya yang tidak mempunyai luas dan tidak bersifat kebendaan seperti roh atau jiwa manusia (Salam, 1984).[9]











BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari apa yang telah kami uraikan diatas maka kami dapat menyimpulkan sebagai beriku:
  1. Rasionalisme adalah paham yang mengangap bahwa pikiran dan akal merupakan dasar satu-satunya untuk memecahkan kebenaran lepas dari jangkauan indra
  2. Kelebihan Rasionalisme adalah dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang tertarik untuk menggeluti masalah–masalah filosofi.
  3. Kelemahan rasionalisme adalah memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam.
  4. Plato, descartes, spinoza dan Leibniz mereka adalah tokoh besar dalam filsafat rasionalisme.
B.            Saran
penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna. Penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, untuk kesempurnaan makalah ini, dengan meningkatkan wawasan dan pengetahuan kita tentang filsafat umum khususnya rasionalisme (Plato, descarte, spinoza dan Leibniz).
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat, Aceng, dkk. 2011. Filsafat Ilmu lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Salam, Burhanuddin. 1984. Pengantar Filsafat. Bandung: Bumi Aksara.
Shidarta. 1999. Dasar-dasar Filsafat: Pengantar Mempelajari Filsafat Hukum. Jakarta: Universitas Tarumanegara.
Sufardi, 2013. Klasifikasi Filsafat (Classification of Philosophy): Kuliah-IB. Banda Aceh: Unsyiah.
Sumarna, Cecep. 2004. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
http://www.rangkumanmakalah.com/rasionalisme/








[1] Ahmad Tafsir,Filsafat Umum,(Bandung,PT.Remaja Rosdakarya,2000). Hlm.127-141.
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum akal dan hati sejak thales sampai capra, Bandung: Rosda, 1990.Hlm. 28
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum akal dan hati...., Hlm. 128
[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum akal dan hati...., Hlm. 129
[5] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum akal dan hati...., Hlm. 129
[6] Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme  (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 359
[7] Ali Maksum, Pengantar Filsafat...., Hlm. 360
[8] Ali Maksum, Pengantar Filsafat...., Hlm. 362
[9] Ali Maksum, Pengantar Filsafat...., Hlm. 364

No comments:

Post a Comment